
Penulis: Ilma Kamalia ( Mahasiswi STAI AL-KAMAL Sarang ) Andai Senja Andai senja mengerti betapa pahitnya sebuah keheningan Mungkin saja dia tak ingin melalui sedetikpun momen saat fajar menyongsong Dan jikalau mentari bisa mendengar sayup iba dari burung yang berpulang ke sarang Mungkin dia ingin bertahan sebentar lagi Sebelum tuhan-Nya membangunkan kembali Lalu, bagaimana dengan seorang laki-laki Yang tetap berpegang teguh Pada rasa yang sebenarnya tak memberi teduh?Bagaimana dengan seonggok harapan Dari seseorang yang bahkan lupa Tentang dunia yang begitu lapang? Andai saya Engkau mengerti Andai saja engkau pahami Rasa ini begitu berarti Ku cintaimu dalam diam sepanjang hari
Koruptor Gelagat yang resah seperti layaknya budak Menampar kejam sepeti karang Nafsu beradu membiru sampai membeku Rintih tangis menjerit bak bumerang menghantam sukma Menghujat raga, terbakar dan terkoyak Banyak nafas yang berhembus kencang, tetapi ada tangis sengsara Perih dirasa rakyat tak berdosa Apakah ini yang dinamakan sejahtera! Lihatlah! Tawa lintah perampas kehidupan Bersendawa ria diatas malaikat penyumbang harta Dinding tameng dan senjata tak ada guna! Hanya sampah masyarakat kini telah menyebar tanpa bau Meluas melesat bagai kilat Meja hijau dan palu terpaku oleh rasua Awas kau lintah panas!Rentetan besi ini telah menunggumu Menyeret sadis Meramu tangis
Harapan Yang Terjual Untuk senja dan jingga-Nya Ada secuil alasan yang patut diperbincangkan kembali dari pahitnya sebuah rasa diam Sayangnya di tepi kurun yang amat timpang Leherku terlalu berat untuk menuju ke arah depan Berpergilah bersama angin yang menepi Sebab dengannya,takkan kau kenal lagi apa itu sepi Karena disini, aku, di kemudian hari Sungguh sesal tiada arti bagi hasratku yang mem-belati Datangi bahagiamu Maka ku jemput sisa asa-ku Biarkan cinta ini luput Bersama sebuah kepergian keputus-asaan hasrat Dan harapan yang terjual Rembang, 11 Juni 2022




Leave a Reply