Anak Pertama: Kudu Jadi Contoh ! – Daily Sastra

Anak Pertama: Kudu Jadi Contoh !

REMBANG – Siapa yang lagi baca tulisan ini juga anak pertama, ayo ngacung. Sebenarnya apa saja sih yang kalian resahkan selama jadi anak pertama bagi kedua orang tuamu. Apakah karena tekanan harus jadi contoh ke adik-adikmu, harus menjadi sosok yang kuat, sosok yang bisa diandalkan.

Menjadi anak pertama adalah sebuah anugerah tersendiri. Kita tidak bisa minta mau jadi anak keberapa kan ya? Apalagi minta tidak dilahirkan saja ke dunia. Proses pengadaan anak ini secara alami dan disengaja oleh orang tua kita yang secara eksplisit menginginkan buah hati dalam kehidupan rumah tangganya.

Namun, kalian pernah merenung tidak, kalau orang tua kita sedang marah dan mengungkit kebaikan dan perjuangan selama melahirkanmu itu dijadikan pernyataan yang wajar? bagaimana pendapatmu? coba renungkan dan bisa kalian tulis di sela-sela tulisan ini ya.

Menurut Biruny and Latipun 2021, ketika orang tua sedang mendiskusikan sebuah keputusan penting dalam keluarga, biasanya secara tidak langsung, anak sulung selalu diminta untuk berkomentar bahkan sumbangsih dalam menyelesaikan permasalahan. Hal ini disebabkan anak pertama itu dianggap lebih mampu dan cukup dewasa dalam mengambil keputusan.

Nah, dari sudut pandang yang lain, (Suitor dan Pillemer, 2007) mengungkapkan jika kedekatan emosional antara ibu dan anak pertama ini sangatlah dekat. Dari sinilah kita bisa mengerti seolah-olah ibu mempunyai kepercayaan 100% ke anak pertama dalam perihal ini.

Lalu, apakah dengan pernyataan seperti itu. Tekanan demi tekanan akan selalu menghantui si anak pertama ini?

Pastinya ada. Tekanan dan harapan yang terlalu tinggi, secara tidak langsung anak sulung tersebut terkena “Role Strain“. Apa itu? Role Strain yaitu ketegangan peran. Dimana anak pertama mengalami kesulitan dalam memenuhi perannya (Goode, 1960). Lantas, jika sudah begitu, anak cenderung memaksakan diri untuk selalu memenuhi ruang ekspektasi dari kedua orang tuanya dan akhirnya dia pun kehilangan jati dirinya.

Sebenarnya masih banyak beban yang dirasakan oleh anak sulung, seperti berpotensi menjadi generasi sandwich (harus membiayai generasi sebelum dan sesudahnya), kasih sayang yang belum sepenuhnya utuh jika posisinya ia juga mempunyai adik yang jaraknya cukup dekat, harus tampil mandiri, apalagi kalau masih single ditanya kapan nikah mulu kan jadi risih ya, haha.

Kalau tahu seperti ini, apa yang sebenarnya harus dibenahi agar beban-beban stereotipe ini tidak selalu mengakar kepada anak pertama?

Tentu saja dimulai dari sendiri. Ayo kita perbaiki apa yang sebenarnya sudah mengakar dari adat di negara kita bahwasanya seorang anak pertama harus menjadi ini dan itu. Langkah awal yang harus kita lakukan adalah: jangan menganggap anak pertama ini harus dewasa. Proses dewasa itu alami, jadi biar waktu yang bisa membuat anak pertama itu tumbuh kembang secara alami baik itu dari segi fisik dan psikisnya.

Lalu, terkadang anak pertama itu selalu dijadikan wadah kesalahan dari perbuatan adik-adiknya ya. Jadi coba diperbaiki dari sini. Semua anak adalah pribadi yang unik. Sebisa mungkin lebih objektif dalam memutuskan sesuatu. Misalnya dalam hal ini.

Kemudian untuk ‘prioritas’. Seringnya anak pertama kurang akan prioritas (jika sudah punya adik ya), seolah-olah anak bungsu yang harus dimanja dan dituruti apa kemauannya.

“Kamu, kan sudah besar, masa nggak mau mengalah!” Dari soal makanan, sampai mainan terbaru, adek punya keuntungan untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Sulung tak punya privilege untuk manja. Setiap anak, sebanyak apa pun anak Anda, berikan hak dan perhatian yang sama, seadil-adilnya. 

Salam hormat bagi kamu si anak pertama. Semoga segala kebaikan dan tanggung jawab itu menjadi ladang pahala, sementara untuk orang tua baru maupun lama, ayo mulai saat ini diperbaiki kembali harapan dan tekanan berlebih bagi si buah hati. Karena bagaimanapun semua anak baik itu pertama, tengah, maupun bungsu itu semuanya mempunyai keunggulan masing-masing. Jadikan suasana rumah menjadi lebih ideal dan harmonis bagi ayah, ibu, maupun anak-anak. I love you all! []

Daily Sastra
Assalamualaikum. Perkenalkan nama saya Ayu Lestari, hidup di tengah-tengah sudut kota kecil yang melegenda tepatnya di Kota Lasem. Saya merupakan penulis pemula yang ingin mendedikasikan diri khususnya dibidang kepenulisan. Akun Media Sosial FB : Aeyu Loestari IG : @ayu_lestari230801 @lestari_sastra WA : 0858 - 6803 - 1099